![]() |
Kakanwil Ditjenpas Sumatera Utara Yudi Suseno |
Medan – Kasus dugaan pengendalian jaringan narkoba dari balik Lapas Kelas I A Tanjung Gusta oleh narapidana bernama Imam dan kaki tangannya, Juhri Fadli, terus menyita perhatian publik. Meski pihak Lapas membantah adanya transaksi narkoba dan menyebut dana transfer merupakan pembayaran kanopi rumah, namun banyak pihak menilai penanganan kasus ini tidak bisa berhenti hanya pada klarifikasi semata.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Komunitas Masyarakat Peduli Indonesia Baru (DPP KOMPI B) Henderson Silalahi mendesak agar Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Kanwil Ditjenpas) Sumatera Utara segera mengambil tindakan tegas. Salah satu langkah konkret yang disarankan adalah memindahkan Imam dan Juhri Fadli ke Lembaga Pemasyarakatan dengan pengamanan maksimum di Nusakambangan, Jawa Tengah.
“Kalau benar tidak bersalah, biarkan hukum membuktikan. Tapi kalau terus berada di Lapas Tanjung Gusta, dikhawatirkan aktivitas mereka bisa tetap berlangsung, apalagi jika benar mereka pernah menggunakan HP untuk berkomunikasi dengan jaringan di luar,” ujar Henderson Silalahi.
Pemindahan ke Nusakambangan dinilai sebagai langkah strategis untuk memutus kemungkinan komunikasi dan pengaruh para napi terhadap jaringan di luar lapas. Mengingat reputasi Nusakambangan sebagai penjara dengan pengamanan super maksimum, diharapkan bisa menutup celah peredaran narkoba yang dikendalikan dari balik jeruji.
Desakan ini juga muncul karena kekhawatiran masyarakat bahwa peredaran narkoba di Sumatera Utara kian tak terbendung, bahkan menyusup ke dalam sistem pemasyarakatan. Jika benar ada pengendalian dari dalam penjara, ini bukan hanya menjadi aib, tapi juga ancaman serius terhadap keamanan nasional dan masa depan generasi muda.
Sementara itu, pihak Lapas Kelas I A Tanjung Gusta sebelumnya mengklaim telah memeriksa Imam dan membantah adanya transaksi narkoba. Kalapas Herry Suhasmin menegaskan bahwa HP dilarang di dalam lapas dan pihaknya rutin melakukan razia. “Kami tetap melakukan razia. Terakhir kemaren lusa,” tulis Herry lewat pesan WhatsApp, Sabtu (19/4/2025).
Meski demikian, Henderson menilai bahwa pernyataan itu belum cukup menenangkan. “Kami minta Kanwil Ditjenpas Sumut jangan tutup mata. Kalau perlu segera kirim Imam dan Juhri Fadli ke Nusakambangan agar kasus ini tidak berkembang menjadi polemik panjang,” tegasnya.
Kini semua mata tertuju kepada Kanwil Ditjenpas Sumatera Utara. Apakah mereka akan mendengarkan aspirasi masyarakat dan mengambil langkah cepat dan tegas? Atau justru membiarkan kegaduhan ini terus bergulir hingga publik kehilangan kepercayaan pada sistem pemasyarakatan di negeri ini? Waktu akan menjawab.