![]() |
Pria inisial D yang diduga pengedar pil ekstasi di Studio 21 |
Pematang Siantar, Selektifnews.com — Dewan Pimpinan Pusat Komunitas Masyarakat Peduli Indonesia Baru (DPP KOMPI B) kini tengah menyoroti tempat hiburan malam (THM) Studio 21 yang terletak di Jalan Parapat, Kelurahan Tong Marimbun, Kecamatan Siantar Marimbun, Kota Pematang Siantar. Tempat hiburan malam ini telah lama menjadi sorotan sejumlah pihak yang resah dengan dugaan peredaran narkoba dan berbagai pelanggaran peraturan yang terjadi di lokasi tersebut.
Informasi yang berkembang di kalangan masyarakat terkait Studio 21 semakin mengungkapkan masalah yang lebih dalam. Seorang narasumber yang enggan disebutkan identitasnya mengungkapkan bahwa pil ekstasi jenis Granat, Youtube, dan Kenzo diduga beredar di THM Studio 21, dijual dengan harga sekitar Rp300.000 per butir. Pil-pil terlarang ini dikendalikan oleh seorang pria berinisial D, yang disebut-sebut sebagai anak buah dari JS, orang kepercayaan seorang big boss berinisial GP. Sumber tersebut mengungkapkan bahwa untuk mengamankan bisnis peredaran narkoba ini, GP mempercayakan pria berinisial CP untuk membagi uang tutup mulut atau yang sering dikenal dengan istilah uang stabil kepada pihak-pihak tertentu, termasuk aparat penegak hukum. Uang stabil ini diduga digunakan untuk membungkam pihak-pihak yang dapat mengancam kelancaran bisnis ilegal tersebut.
Selain pil ekstasi, nama Nisa sempat mencuat sebagai seorang yang diduga menjual narkoba di Studio 21. Namun, setelah penyelidikan lebih lanjut, Nisa diduga hanya menjual pil riklona, obat yang termasuk dalam kategori psikotropika. Pil Riklona, yang seharusnya digunakan dengan resep dokter, telah disalahgunakan oleh sejumlah pihak, dengan dampak serius bagi penggunanya, seperti kecanduan, perubahan perilaku, gangguan kognitif, dan potensi overdosis.
Nisa, yang mendapatkan pil riklona tersebut, disebutkan memperoleh barang haram itu dari seorang dokter yang berasal dari Berastagi. Ironisnya, meskipun kegiatan ilegal ini telah lama diketahui oleh aparat penegak hukum, mereka diduga diam dan membiarkan peredaran obat terlarang tersebut terus berlangsung. Hal ini semakin mengundang keprihatinan, terutama bagi masyarakat yang berharap adanya tindakan tegas dari pihak berwenang.
Ketua DPP KOMPI B, Henderson Silalahi, menyesalkan sikap aparat yang terkesan menutup mata terhadap masalah ini. "Bukan bermaksud menuding, tapi kita semua tahu orang-orang yang datang ke tempat hiburan malam bukan hanya untuk bersantai menikmati kopi atau teh manis. Mereka ingin menikmati dentuman musik, sambil menikmati minuman beralkohol dan mengonsumsi pil ekstasi," ucap Henderson, Selasa (22/4/2025).
Tak hanya soal peredaran narkoba, tempat hiburan malam ini juga menuai kecaman karena diduga menjadi ajang eksploitasi anak. Beberapa informasi yang beredar menyebutkan bahwa banyak anak di bawah umur yang hadir di Studio 21, yang berisiko menjadi korban perdagangan manusia (human trafficking). Hal ini semakin mengundang keprihatinan para aktivis perlindungan anak dan berbagai pihak yang berwenang untuk turun tangan.
Pelanggaran yang terjadi di Studio 21 tidak berhenti di situ. Menurut laporan, Status Hak Milik (SHM) atas tempat tersebut diduga bermasalah dan bangunan tersebut telah melanggar garis sempadan sungai, yang jelas melanggar peraturan yang ada. Selain itu, izin NPPBKC dari Bea Cukai juga menjadi tanda tanya besar.
"Harusnya, pihak kepolisian, BNN, dan Bea Cukai bisa lebih intens merazia, melakukan pencegahan, serta menginvestigasi tempat ini," ujar Henderson. "Jika terbukti melanggar hukum, maka pihak berwenang harus segera menutup tempat ini. Begitu juga dengan Pemko, Dinas Pariwisata, dan Satpol PP yang harus mendengar keluhan masyarakat terkait keberadaan tempat ini. Dinas PUTR juga harus segera membongkar bangunan yang melanggar garis sempadan sungai," tambahnya.
Pelanggaran Hukum yang Ditemui di Studio 21
Beberapa peraturan perundang-undangan yang mungkin dilanggar oleh Studio 21 antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika - Mengatur tentang penyalahgunaan narkoba, termasuk pil ekstasi dan psikotropika. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan pidana penjara dan denda yang signifikan.
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika - Mengatur penggunaan, peredaran, dan penyalahgunaan psikotropika, yang mencakup pil riklona. Pelanggaran terhadap undang-undang ini dapat mengakibatkan pidana berat.
3. Peraturan Daerah Kota Pematang Siantar tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) - Tempat hiburan yang terletak dekat dengan sempadan sungai kemungkinan melanggar ketentuan mengenai batas bangunan yang diperbolehkan.
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang - Menyatakan bahwa perdagangan manusia, termasuk eksploitasi anak di bawah umur untuk tujuan tertentu, adalah pelanggaran serius yang harus ditindak tegas oleh aparat penegak hukum.
5. Peraturan Bea Cukai tentang NPPBKC (Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai) - Izin yang belum jelas dari Bea Cukai terkait tempat ini menjadi masalah besar, karena peraturan mengenai izin tempat hiburan malam yang berhubungan dengan barang kena cukai harus diikuti dengan prosedur yang ketat.
Tanggapan Masyarakat dan Harapan ke Depan
Masyarakat Kota Pematang Siantar berharap agar aparat penegak hukum segera menindaklanjuti masalah ini dengan serius. DPP KOMPI B menekankan pentingnya kerja sama antara pihak kepolisian, Bea Cukai, BNN, Dinas Pariwisata, Satpol PP, serta Dinas PUTR untuk menjaga ketertiban dan keadilan di daerah ini. Mereka juga berharap agar pemerintah Kota Pematang Siantar tidak menutup mata terhadap keluhan masyarakat, dan bertindak lebih tegas dalam menyelesaikan masalah ini.
Situasi ini menciptakan perasaan tidak aman di kalangan warga setempat. Oleh karena itu, aksi nyata dari pihak berwenang sangat dinantikan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat dan memastikan bahwa Pematang Siantar menjadi tempat yang lebih aman bagi semua warganya.