![]() |
Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Simalungun Dr.Anton Saragih dan Benny Sinaga |
Simalungun, Selektifnews.com – Polemik terkait kebijakan Bupati Simalungun, DR. Anton Saragih, yang tidak melibatkan satupun pejabat eselon II beragama Islam dalam Tim Safari Ramadhan 2025 kini memasuki babak baru. Ketua Aliansi Masyarakat Siantar Simalungun Bersatu, Johan Arifin, menyatakan kekhawatirannya bahwa keputusan ini bisa menjadi awal dari pengurangan kuota pejabat Muslim di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun.
"Kami melihat ada indikasi diskriminasi yang lebih luas. Jika dalam agenda keagamaan saja pejabat Muslim diabaikan, tidak menutup kemungkinan ke depan mereka akan semakin tersingkir dari jajaran pemerintahan," ujar Johan dalam pernyataannya kepada media pada Selasa (11/3/2025).
Isu Diskriminasi di Lingkungan Pemkab Simalungun
Johan menilai keputusan yang diambil oleh Bupati Anton Saragih bukan sekadar kebijakan administratif biasa, tetapi menunjukkan kecenderungan tertentu terhadap para pejabat Muslim. Ia menduga bahwa langkah awal ini adalah strategi sistematis untuk mengurangi peran pejabat Muslim dalam birokrasi Simalungun.
"Jika pejabat Muslim eselon II sudah tidak dilibatkan dalam kegiatan keagamaan Islam yang menjadi bagian dari tugas pemerintahan, lalu apa jaminan mereka tidak akan dikurangi dalam jabatan struktural lainnya?" tambah Johan.
Kekhawatiran ini juga muncul dari fakta bahwa beberapa pejabat Muslim yang sebelumnya menduduki posisi strategis di Pemkab Simalungun mulai tersingkir atau dimutasi ke jabatan yang kurang berpengaruh sejak Anton Saragih menjabat sebagai bupati.
Pemerintah Kabupaten Bungkam, Masyarakat Resah
Ketika media mencoba mengkonfirmasi isu ini ke pihak Pemkab Simalungun, khususnya kepada Bupati Simalungun Anton Saragih via WhatsApp messenger tidak ada jawaban yang diberikan. Sikap tertutup ini semakin menambah kecurigaan publik bahwa memang ada agenda tersembunyi di balik kebijakan yang dibuat oleh Bupati Anton Saragih.
Sejumlah organisasi masyarakat pun mulai angkat suara, meminta transparansi dari Pemkab Simalungun terkait rencana mutasi dan promosi pejabat dalam waktu dekat.
“Kami menuntut agar Pemkab Simalungun menjelaskan secara terbuka terkait mekanisme promosi dan mutasi pejabat, serta memastikan tidak ada diskriminasi berdasarkan agama,” ujar salah satu tokoh masyarakat Simalungun yang enggan disebut namanya.
Ancaman Gejolak Sosial di Simalungun
Jika benar terjadi pengurangan pejabat Muslim dalam birokrasi Pemkab Simalungun, maka dikhawatirkan akan terjadi ketimpangan dalam pemerintahan daerah. Hal ini berpotensi menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat Muslim yang selama ini menjadi bagian integral dalam pembangunan di Kabupaten Simalungun.
Johan Arifin menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal kebijakan ini dan tidak segan-segan untuk melakukan aksi protes jika dugaan ini terbukti benar.
"Kami tidak akan tinggal diam jika diskriminasi ini semakin nyata. Kami akan membawa isu ini ke DPRD Simalungun, Gubernur Sumatera Utara, hingga pemerintah pusat jika diperlukan," tegasnya.
Hingga saat ini, masyarakat masih menunggu klarifikasi resmi dari Bupati Anton Saragih terkait kebijakan yang dinilai semakin mengesampingkan pejabat Muslim di Simalungun. Jika tidak ada langkah konkret untuk meluruskan situasi ini, besar kemungkinan gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat akan semakin membesar dalam waktu dekat.