Puskesmas Singosari Pematangsiantar |
Pematangsiantar, Selektifnews.com – Seorang pasien pengguna BPJS Kesehatan di Puskesmas Singosari, Kelurahan Bantan, Kecamatan Siantar Barat, Kota Pematangsiantar, mengalami penolakan saat meminta rujukan ke RS Efarina. Petugas puskesmas menyatakan bahwa mereka telah "diblacklist" oleh rumah sakit tersebut, sehingga tidak bisa mengeluarkan surat rujukan bagi pasien.
"Gak ada akses kami ke sana, kami di-blacklist dari Efarina, gak ada lagi akses kami ke sana," ujar seorang petugas puskesmas saat menjelaskan alasan penolakan kepada pasien.
Latar Belakang Kasus
Pasien sebelumnya menjalani operasi sesar di RS Efarina dengan menggunakan BPJS Kesehatan karena kondisi darurat. Kehamilannya telah mencapai 40 minggu, dan karena merasakan sakit hebat, ia langsung menuju rumah sakit tanpa melalui fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) seperti puskesmas.
Pascaoperasi, pasien mendapatkan surat diagnosis yang menyatakan perlunya kontrol di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Ia juga disarankan untuk mengganti perban bekas operasi dalam waktu tiga hari. Karena keadaan mendesak, pasien memilih untuk mengganti perban di bidan terdekat.
Namun, ketika ia kembali ke Puskesmas Singosari untuk meminta rujukan guna melakukan kontrol lebih lanjut di RS Efarina, permintaannya justru ditolak. Bidan puskesmas, Dwi Fuji Hastuti, bahkan mengeluarkan pernyataan yang dinilai tidak sensitif, "Kan kalian lucu, sementara ada ibu bidannya."
Pasien juga sempat mengalami kesulitan saat meminta buku pink (buku pemeriksaan kehamilan) untuk administrasi di RS Efarina. Pihak puskesmas mengeluhkan rumitnya prosedur dengan mengatakan, "Ribet kali kalau ke Efarina ini. Gak mau kami rujuk ke sana kalau pasien dari sini."
Pelanggaran Hak Pasien?
Penolakan rujukan tanpa alasan medis yang jelas diduga melanggar beberapa regulasi, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 5 ayat (3): "Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya."
Pasal 32 ayat (1): "Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu."
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Pasal 52: Pasien berhak mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis dan meminta pendapat dokter lain.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien
Pasal 13 huruf c: Perujuk wajib membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima rujukan.
Regulasi tersebut jelas menegaskan bahwa puskesmas wajib memberikan layanan kesehatan sesuai prosedur, termasuk merujuk pasien ke rumah sakit jika diperlukan. Penolakan rujukan tanpa alasan medis yang sah dapat dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak pasien.
Tantangan dalam Sistem Rujukan BPJS
RS Efarina merupakan rumah sakit swasta besar di Pematangsiantar yang memiliki fasilitas medis lengkap dan banyak menerima pasien BPJS. Namun, pernyataan petugas puskesmas tentang "blacklist" menimbulkan spekulasi mengenai adanya permasalahan administratif antara kedua fasilitas kesehatan tersebut.
Jika memang ada kebijakan yang menghalangi rujukan ke RS Efarina, pertanyaannya adalah: mengapa masyarakat harus menanggung dampaknya? Apakah ada dasar hukum yang membenarkan puskesmas menolak merujuk pasien ke rumah sakit tertentu?
Kasus ini mencerminkan adanya kelemahan dalam sistem rujukan BPJS di Kota Pematangsiantar. Masyarakat berharap agar Dinas Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan pemerintah daerah dapat memberikan klarifikasi serta solusi konkret agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Respons Pejabat Terkait
Kepala UPTD Puskesmas Singosari, Mardiana, S.Tr.Keb., saat dikonfirmasi wartawan, memilih bungkam dan tidak memberikan tanggapan. Sikapnya dinilai arogan, seolah merasa kebal kritik. Tidak ada sedikit pun kepedulian terhadap kesulitan warga, baik dari bidan maupun kepala puskesmas.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar, drg. Irma Suryani, MKM, saat dimintai tanggapan melalui WhatsApp, hanya menjawab singkat, "Sebentar ya bang, saya tanyakan," pada Selasa (4/1/2025). Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan lanjutan dari Dinas Kesehatan.
Tanggapan Masyarakat
Ketua Komunitas Masyarakat Peduli Indonesia (KOMPI), Henderson Silalahi, mengecam keras perlakuan bidan dan pihak puskesmas yang dinilai tidak profesional serta melanggar hak pasien.
"Bidan seperti itu tidak layak bekerja di puskesmas. Kepala puskesmas yang mempersulit warga juga sebaiknya segera dicopot. Bahkan Kepala Dinas Kesehatan Pematangsiantar pun harus dievaluasi. Kalau tidak ada tindakan tegas dari wali kota, berarti ada pembiaran," ujar Henderson.
Hingga kini, masyarakat masih menunggu kejelasan terkait aturan "blacklist" yang dijadikan alasan penolakan rujukan. Jika tidak segera diselesaikan, dikhawatirkan kasus serupa akan terus terjadi, dan warga semakin dirugikan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.
(Redaksi Selektifnews.com)