![]() |
proyek sumur bor di Huta 1 Ladang Kongsi, Nagori Pematang Silampuyang, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun |
Simalungun, Selektifnews.com – Sebuah proyek sumur bor yang dikerjakan sejak Desember 2024 hingga selesai pada akhir Februari 2025 di Huta 1 Ladang Kongsi, Nagori Pematang Silampuyang, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun, hingga kini belum dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Padahal, proyek ini telah menghabiskan anggaran sebesar Rp 73.769.000. Keadaan ini menimbulkan kekecewaan di kalangan warga, terutama sekitar 100 kepala keluarga yang masih kesulitan mendapatkan air bersih.
Menurut warga, pada awalnya proyek ini direncanakan untuk membangun dua sumur bor. Namun, secara tiba-tiba, satu sumur bor dibatalkan oleh Pangulu tanpa adanya musyawarah dengan masyarakat. Keputusan tersebut dinilai tidak transparan dan menimbulkan tanda tanya besar mengenai pengelolaan dana desa.
Warga Kecewa: Proyek Selesai, Tapi Tak Bisa Dimanfaatkan
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa air dari sumur bor yang sudah dibangun ternyata belum bisa dinikmati oleh masyarakat. Warga pun mempertanyakan mengapa proyek yang telah menghabiskan dana desa begitu besar justru tidak memberikan manfaat nyata.
"Sumur bor sudah selesai dikerjakan, tapi sampai sekarang airnya belum bisa digunakan. Kami masih harus mencari air ke tempat lain," ujarnya dengan nada kecewa.
Kondisi ini sangat merugikan warga, terutama bagi mereka yang menggantungkan kebutuhan sehari-hari pada sumber air bersih yang dijanjikan dari proyek ini. Beberapa warga bahkan mengaku tidak mendapatkan penjelasan yang memadai mengenai penyebab sumur bor tersebut belum berfungsi.
Pembatalan Sumur Bor Kedua Tanpa Musyawarah
Di sisi lain, warga juga mempertanyakan keputusan Pangulu yang membatalkan pembangunan sumur bor kedua tanpa musyawarah dengan masyarakat. Padahal, anggaran awal sudah dibuat dan disetujui untuk dua sumur bor.
"Pada awalnya akan dibangun dua sumur bor, namun dibatalkan oleh Pangulu tanpa ada musyawarah dengan masyarakat. Alasannya tidak dibutuhkan oleh masyarakat, padahal anggaran sudah dibuat dan sudah disetujui," ungkap warga lainnya.
Alasan yang diberikan Pangulu bahwa masyarakat tidak membutuhkan sumur bor tambahan dinilai tidak masuk akal. Warga menegaskan bahwa kebutuhan air bersih di wilayah mereka masih sangat tinggi, terlebih saat musim kemarau.
Kemana Sisa Anggaran?
Pembatalan sumur bor kedua juga memunculkan pertanyaan mengenai ke mana sisa anggaran dialihkan. Menurut informasi yang beredar di kalangan warga, Pangulu mengklaim bahwa dana tersebut telah dikembalikan ke kas desa.
"Sisa uang sumur bor yang batal, info dari Pangulu dikembalikan ke kas desa, dan masalah tersebut masyarakat tidak semua yang mengetahui," kata seorang warga.
Namun, warga menilai informasi tersebut tidak jelas karena tidak semua masyarakat mendapatkan penjelasan resmi. Minimnya transparansi dalam pengelolaan dana desa menimbulkan spekulasi di kalangan warga, apakah dana benar-benar dikembalikan atau digunakan untuk keperluan lain.
Mengapa Anggaran Dibuat Jika Akhirnya Dibatalkan?
Banyak warga yang kecewa dengan keputusan sepihak yang diambil pemerintah nagori terkait proyek ini. Mereka mempertanyakan logika di balik penyusunan anggaran yang akhirnya dibatalkan tanpa alasan yang jelas.
"Lalu untuk apa dianggarkan kalau kemudian dibatalkan lagi, padahal itu kan uang rakyat," pungkas warga dengan nada kesal.
Masyarakat berharap ada transparansi dalam pengelolaan dana desa dan keputusan-keputusan yang menyangkut kepentingan bersama seharusnya dilakukan dengan musyawarah.
Menunggu Kejelasan dari Pihak Berwenang
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Pangulu Nagori Pematang Silampuyang mengenai alasan teknis mengapa sumur bor yang telah selesai dikerjakan belum bisa digunakan. Warga berharap pemerintah nagori maupun pihak terkait di tingkat kecamatan dan kabupaten dapat segera turun tangan untuk menyelesaikan persoalan ini.
Warga menegaskan bahwa kebutuhan air bersih adalah hal yang mendesak. Jika proyek sumur bor ini tidak segera difungsikan, maka anggaran sebesar Rp 73,7 juta yang telah dikeluarkan bisa dianggap sia-sia. Selain itu, masyarakat meminta agar ada audit dan pengawasan ketat terhadap dana desa agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pemerintah nagori belum memberikan tanggapan terkait permasalahan ini. Warga pun menanti kejelasan serta solusi nyata agar mereka bisa segera mendapatkan akses air bersih seperti yang telah dijanjikan sejak awal proyek ini digulirkan.