Tebing Tinggi, Selektifnews.com – Mediasi antara warga dengan pengusaha barang bekas (botot) dan penggilingan plastik di Lingkungan III, Kelurahan Rantau Laban, Kecamatan Rambutan, Kota Tebing Tinggi, berakhir tanpa kesepakatan. Johan alias Awi, pemilik usaha botot, melalui kuasa hukumnya menolak tuntutan yang diajukan oleh Evi Novilawati (38), warga yang merasa dirugikan oleh keberadaan usaha tersebut.
Mediasi yang digelar di aula kantor Lurah Rantau Laban, Jalan Yos Sudarso, pada Senin (3/2), dihadiri oleh sejumlah instansi terkait, di antaranya Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang diwakili Syaputra dan stafnya, Kabid Perda Satpol PP Raja A. Hasibuan dan jajarannya, perwakilan PUPR Tebing Tinggi Bidang RTRW Vera Sitompul, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DMPPTSP) Azhari, serta Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Dias. Turut hadir pula Sertu Sutrisno selaku Bhabinsa serta Lurah Rantau Laban, Ahmad Fauzi, SE, yang bertindak sebagai tuan rumah.
Mediasi Berjalan Buntu, Pengusaha Menolak Ganti Rugi
Dalam mediasi, Lurah Rantau Laban Ahmad Fauzi, SE, mengawali pertemuan dengan harapan agar pertemuan ini dapat menghasilkan keputusan yang adil bagi kedua belah pihak. "Persoalan ini hanya memerlukan hati yang ikhlas untuk menemukan titik damai," katanya.
Namun, harapan tersebut tidak terwujud. Kuasa hukum Johan, Herman, SH, menyatakan bahwa kliennya tidak akan memenuhi tuntutan yang diajukan oleh Evi Novilawati. "Segala sesuatunya itu menjadi urusan Ibu Evi. Klien kami tidak akan mengganti kerugian apapun," tegas Herman.
Sikap tersebut langsung ditanggapi oleh kuasa hukum Evi, Saptha Nugraha Isa, SH. Ia menyatakan bahwa tuntutan kliennya sangat wajar, seperti kompensasi atas pemakaian air PDAM oleh usaha botot, pengurungan anjing peliharaan Johan di siang hari, serta perbaikan plafon rumah Evi yang rusak akibat hama tikus dari tumpukan barang bekas.
"Mediasi tadi hanya dihadiri kuasa hukum Johan, bukan Johan sendiri, yang menunjukkan tidak adanya itikad baik dari pihak pengusaha dalam menyelesaikan persoalan ini," ujar Saptha.
Dugaan Pelanggaran Perda RTRW, DPRD Diminta Bertindak
Saptha menegaskan bahwa usaha botot Johan alias Awi seharusnya ditutup karena melanggar Peraturan Daerah (Perda) No. 4 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tebing Tinggi. Dalam perda tersebut, kawasan Lingkungan III Kelurahan Rantau Laban merupakan area perumahan dengan kepadatan sedang, yang tidak boleh digunakan untuk aktivitas industri, termasuk usaha botot dan penggilingan plastik.
"Walaupun memiliki izin Online Single Submission (OSS), secara RTRW usaha ini tetap tidak diperbolehkan," kata Saptha. "Kami akan menyurati DPRD Tebing Tinggi agar menegakkan produk hukum yang ada. Tidak boleh ada hambatan dalam penegakan aturan, dan Satpol PP harus bertindak untuk menutup usaha ini."
Senada dengan Saptha, perwakilan PUPR Tebing Tinggi, Vera Sitompul, menegaskan bahwa lokasi usaha Johan memang berada di kawasan perumahan dengan kepadatan sedang, yang tidak boleh digunakan untuk aktivitas industri. "Sesuai dengan Perda No. 4 Tahun 2013, industri besar maupun sedang tidak diperbolehkan di kawasan ini," jelasnya.
Temuan DLH: Pelanggaran Lingkungan Hidup
Sementara itu, Syaputra dari Dinas Lingkungan Hidup menyampaikan bahwa pihaknya sudah dua kali melakukan pengawasan ke lokasi usaha Johan dan menemukan beberapa pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"Kami menemukan beberapa hal yang harus diperbaiki oleh pengusaha, seperti drainase yang terlalu dangkal serta kebisingan mesin penggilingan plastik yang harus diuji sesuai standar laboratorium bersertifikat," ungkap Syaputra.
Pihaknya juga menegaskan bahwa pengusaha harus segera memperbaiki kekurangan tersebut dan melaporkannya ke DLH untuk ditinjau ulang.
Tuntutan Warga: Segera Tutup Usaha yang Melanggar Aturan
Dengan berbagai temuan tersebut, warga yang terdampak, terutama Evi Novilawati, berharap agar DPRD dan Pemko Tebing Tinggi segera mengambil tindakan tegas. Mereka meminta agar usaha botot milik Johan disegel dan izin OSS-nya dicabut oleh Dinas Perizinan.
"Satpol PP sebagai penegak perda harus segera menindak tegas usaha ini. Kami tidak ingin lingkungan kami semakin kumuh dan terganggu oleh usaha ilegal ini," tegas Evi.
Persoalan ini kini menjadi perhatian publik, dan warga berharap agar pemerintah daerah tidak tinggal diam. Keputusan ada di tangan DPRD dan Pemko Tebing Tinggi: apakah akan menegakkan aturan atau membiarkan pelanggaran terus terjadi?
(Laporan: Endra Syah, Selektifnews.com)