Pangkalpinang, Selektifnews.com – Putusan ringan terhadap para terdakwa kasus korupsi tata kelola timah di Bangka Belitung memicu perpecahan di tengah masyarakat. Sebagian menganggap vonis tersebut melumpuhkan perekonomian daerah, sementara banyak pihak justru menilai hukuman yang rendah bagi perusak lingkungan dan perampok sumber daya ini sebagai bentuk ketidakadilan. Senin (10/2/20250.
Hangga Oktafandany, SH, praktisi hukum dari Kantor Firma Hukum Hangga Off, menilai langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) menarik perkara ini ke Jakarta sebagai strategi kunci. Jika kasus ini tetap disidangkan di Pangkalpinang, ia meyakini para terdakwa bisa lolos dari jeratan hukum.
“Kalau kejagung tidak mengambil langkah strategis menarik perkara ini ke Jakarta, saya berani menjamin seluruh terdakwa akan bebas jika disidangkan di Pangkalpinang,” tegas Hangga dalam Forum Diskusi Grup (FGD) yang digelar MD KAHMI Kota Pangkalpinang di Wilhelmina Park Alun-Alun Taman Sari, Minggu (9/2/2025).
Menurutnya, keputusan memindahkan sidang ke Jakarta membuat ruang gerak para mafia hukum semakin sempit. “Semua terkunci, semua bingung untuk bermain.
Coba lihat beberapa perkara tambang timah sebelumnya, siapa yang terselamatkan di pengadilan? Banyak yang lolos. Alhamdulillah, perkara ini ditarik ke Jakarta meskipun vonisnya masih rendah,” ujarnya.
Hangga menyoroti ketimpangan keadilan dalam putusan kasus ini. “Ini semua orang-orang berduit. Hukuman 4-5 tahun tidak memenuhi rasa keadilan. Bandingkan dengan pegawai pemerintah yang hanya menerima ratusan juta karena tanggung jawab jabatan, mereka juga dihukum sama beratnya. Ini sangat menyedihkan,” tegasnya.
Ia juga mengungkap tekanan yang diterima Kejagung dari berbagai pihak, termasuk serangan buzzer yang mencoba membentuk opini publik demi membela para koruptor. “Kejagung sempat diserang habis-habisan, tapi mereka tidak mundur. Kita harus mendukung mereka!” katanya.
Hangga menekankan bahwa masyarakat harus bersyukur karena yang disikat kali ini bukan hanya pekerja lapangan, melainkan para bos besar yang selama ini tak tersentuh.
“Dulu, yang ditangkap itu supir dan pekerja tambang, sementara bosnya lolos. Sekarang, pimpinannya yang kena. Ini keberhasilan besar dalam penegakan hukum,” ujarnya.
Namun, ia juga mengkritik ketidakseimbangan dalam upaya pemberantasan korupsi. “Kejagung sudah mati-matian membenahi tata kelola timah, tapi instansi lain seperti kehutanan dan aparat penegak hukum lainnya tidak mendukung. Bagaimana mungkin timah masih bisa lolos di pelabuhan? Siapa yang bermain di sini?” sindirnya.
Ia menegaskan bahwa upaya Kejagung harus mendapat dukungan penuh dari pemerintah pusat. “Jika tidak ada sinergi dengan lembaga lain, penegakan hukum akan pincang. Ini harus sampai ke Presiden!” pungkasnya.
Dalam FGD bertajuk Timahku, Timahmu, Timah Kita?, selain Hangga, hadir pula Pahlevi Sahrum (Komisi I DPRD Babel), Rizal (Kepala CSR PT Timah), dan Retno Budi (Walhi Babel), dengan Fahrizal sebagai moderator. (M.Zen/KBO Babel)