![]() |
Kepala KUA Kecamatan Sei Bamban Malkan Pulungan, S.Ag |
Serdang Bedagai, Selektifnews.com – Dugaan pungutan liar (pungli) berkedok biaya administrasi pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, semakin ramai diperbincangkan oleh masyarakat. Sejumlah warga yang mengaku menjadi korban menyebutkan bahwa mereka diminta membayar biaya di luar ketentuan yang berlaku oleh pejabat utama KUA Sei Bamban.
Korban Mulai Bersaksi, Dugaan Pungli Terungkap
Menurut keterangan yang diperoleh dari para korban, pungutan liar ini telah berlangsung sejak lama. Beberapa warga yang telah melangsungkan pernikahan di KUA Sei Bamban mengaku dikenakan biaya yang tidak wajar. Salah satu korban, Agung Pradana, warga Dusun V Pasar Serong, Desa Suka Damai, mengungkapkan bahwa ia diminta membayar Rp 1.150.000 untuk melangsungkan pernikahannya pada 25 Januari 2025.
Korban lainnya, Muhammad Jalil Saputra dan istrinya Mega Lestari, warga Dusun XII, Desa Pon, mengaku membayar Rp 1,4 juta untuk pernikahan mereka yang dilangsungkan pada 26 April 2024 di KUA Sei Bamban. Sementara itu, Risanto, warga Dusun III, Desa Pon, membayar Rp 700 ribu ketika menikahkan anaknya pada 13 Oktober 2023.
Kasus serupa juga dialami oleh Ricky Anggita Harahap, warga Dusun III, Desa Pematang Kuala, Kecamatan Teluk Mengkudu, yang harus membayar Rp 1.050.000 saat menikah di KUA Sei Bamban pada 22 Januari 2025.
Oknum Ka.KUA Sei Bamban Diduga Dalang di Balik Pungli
Berdasarkan kesaksian para korban, pungutan liar ini diduga dilakukan oleh Malkan Pulungan, S.Ag, yang saat ini menjabat sebagai Kepala KUA Kecamatan Sei Bamban. Para korban mengaku bahwa pembayaran tersebut dilakukan dengan dalih sebagai biaya administrasi pernikahan, padahal menurut peraturan yang berlaku, biaya nikah di kantor KUA seharusnya gratis jika dilakukan pada hari dan jam kerja.
Dalam perkembangan terbaru, setelah kasus ini diberitakan oleh beberapa media, pihak KUA Sei Bamban diketahui telah memanggil dua korban, yaitu Risanto dan Muhammad Jalil Saputra, pada 24 Januari 2025 untuk mengembalikan uang yang sebelumnya diminta. Namun, hingga saat ini, dua korban lainnya, Agung Pradana dan Ricky Anggita Harahap, mengaku belum mendapatkan pengembalian uang mereka.
Regulasi yang Berlaku: Biaya Nikah Seharusnya Gratis di KUA
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2014 yang mengubah PP Nomor 47 Tahun 2004, biaya pernikahan di KUA seharusnya tidak dipungut biaya alias gratis jika dilakukan di kantor KUA pada hari dan jam kerja. Sementara itu, jika pernikahan dilakukan di luar KUA atau di luar jam kerja, maka biaya yang harus dibayarkan sebesar Rp 600.000 yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disetorkan langsung ke kas negara.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 12 Ayat 1 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTKP), pungutan liar yang dilakukan oleh pegawai negeri atau pihak swasta dapat dikenakan hukuman pidana maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar.
Desakan Masyarakat: Oknum Ka.KUA Harus Dicopot
Kasus ini telah memicu kemarahan di kalangan masyarakat Kecamatan Sei Bamban dan sekitarnya. Mereka mendesak Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Serdang Bedagai untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang terlibat dalam pungli ini.
"Ini jelas merugikan masyarakat dan mencoreng citra institusi keagamaan. Jika benar ada pungutan liar, pihak berwenang harus segera menindak tegas pelakunya agar kejadian ini tidak terulang," ujar M. Syahrul, seorang tokoh masyarakat Sei Bamban.
Masyarakat berharap agar oknum Ka.KUA yang terlibat segera dicopot dari jabatannya dan diproses hukum sesuai peraturan yang berlaku. Mereka juga meminta adanya pengawasan lebih ketat terhadap pelayanan di KUA untuk mencegah praktik pungli di masa mendatang.
Dugaan pungutan liar di KUA Sei Bamban ini menjadi tamparan bagi instansi pelayanan publik, khususnya di bidang keagamaan. Masyarakat kini menunggu langkah tegas dari pihak berwenang untuk memberikan keadilan bagi para korban dan memastikan bahwa praktik serupa tidak lagi terjadi.
Kasus ini juga menjadi pengingat bagi masyarakat agar lebih memahami aturan yang berlaku terkait biaya administrasi pernikahan dan berani melaporkan jika menemukan pungli dalam pelayanan publik.