-->

Iklan

Menu Bawah

Iklan

Halaman

Ketua LPA: Permainan Berbau Judi di Pasar Malam Lapangan Rambung Merah Ancam Masa Depan Anak

Redaksi
Jumat, 03 Januari 2025, Januari 03, 2025 WIB Last Updated 2025-01-03T09:26:09Z
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Siantar-Simalungun, Ida Halanita Damanik, S.Hut


Simalungun, Selektifnews.com - Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Siantar-Simalungun, Ida Halanita Damanik, S.Hut, mendesak Pemerintah Daerah dan Kepolisian, khususnya Polres Simalungun, untuk segera menutup dan membubarkan kegiatan pasar malam yang tengah berlangsung di Lapangan Rambung Merah. Desakan ini muncul setelah adanya indikasi bahwa pasar malam tersebut menghadirkan permainan seperti Neo Playboy, Lempar Gelang, dan permainan serupa yang disinyalir mengandung unsur perjudian.


Ida menyatakan bahwa pasar malam seharusnya menjadi wahana hiburan yang ramah bagi anak-anak dan masyarakat umum. Namun, keberadaan permainan yang mengandung unsur judi tidak hanya mencederai nilai hiburan pasar malam, tetapi juga berpotensi merusak mental anak-anak.


"Pasar malam identik dengan hiburan rakyat dan wahana bermain anak. Namun, segala bentuk permainan ketangkasan yang berbau judi telah mencederai nilai positif dari kegiatan ini. Lebih dari itu, keberadaan unsur perjudian dalam aktivitas semacam ini sangat berbahaya bagi perkembangan mental dan moral anak-anak," tegas Ida dalam keterangannya kepada media, Jumat (3/1/2025).


Dasar Hukum dan Regulasi

Ida menggarisbawahi bahwa segala bentuk perjudian melanggar hukum di Indonesia. Menurut Pasal 303 KUHP, perjudian dalam bentuk apa pun dianggap sebagai tindak pidana, dengan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun atau denda hingga Rp25 juta. Selain itu, Pasal 27 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juga melarang aktivitas perjudian secara digital atau menggunakan perangkat elektronik.


Terkait perlindungan anak, Ida mengingatkan bahwa Pasar Malam yang tidak ramah anak melanggar UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal 76B menyebutkan bahwa setiap orang dilarang mengeksploitasi anak, baik secara ekonomi maupun seksual. Jika permainan-permainan ini mengakibatkan anak-anak terpapar lingkungan perjudian, maka penyelenggara pasar malam dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 88, dengan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp200 juta.


Permintaan Tegas kepada Pemerintah dan Polres Simalungun

Ida mendesak Pemerintah Kabupaten Simalungun untuk bertindak tegas dengan mencabut izin operasional pasar malam tersebut, jika memang terbukti terdapat aktivitas perjudian. Selain itu, ia meminta Polres Simalungun untuk segera melakukan investigasi mendalam dan menindak pihak-pihak yang bertanggung jawab.


“Kami meminta pemerintah Kabupaten Simalungun untuk tidak ragu mencabut izin pasar malam jika terbukti melanggar peraturan. Selain itu, Polres Simalungun harus bergerak cepat melakukan penyelidikan atas indikasi perjudian yang ada. Ini bukan hanya soal hukum, tetapi soal masa depan anak-anak kita,” ujar Ida.


Imbauan kepada Masyarakat

Sebagai Ketua LPA, Ida juga mengimbau masyarakat, khususnya para orang tua, untuk lebih waspada terhadap aktivitas anak-anak mereka saat mengunjungi pasar malam. Ia menekankan pentingnya mendampingi anak-anak dan memastikan mereka tidak terlibat atau terpapar hal-hal yang dapat merusak moral dan mental mereka.


“Masyarakat perlu bijak dalam memilih hiburan untuk anak-anaknya. Jangan sampai anak-anak kita, yang seharusnya menikmati masa kecilnya dengan bermain, justru terpapar hal-hal negatif seperti perjudian,” tutup Ida.


Konfirmasi Pihak Terkait

Hingga berita ini diturunkan, Camat Siantar, dan Polres Simalungun belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan perjudian di pasar malam tersebut. Namun, sumber internal menyebutkan bahwa kepolisian bersama Forkopimcam beberapa waktu yang lalu telah melakukan peninjauan langsung ke lokasi dan menyatakan tidak menemukan aktivitas perjudian.

Sementara itu Kapolsek Bangun AKP Radiaman Simarmata saat dikonfirmasi menjawab,


"Sesuai dengan kunjungan Jatanras Polres, Polsek Bangun dan Camat, sepertinya hampir tidak ditemukan permainan dlm bentuk judi," tulis Radiaman di WhatsApp messenger, Jumat (3/1/2025).


Pasar malam, yang pada dasarnya adalah tradisi hiburan rakyat, harus tetap menjadi sarana yang sehat dan bermanfaat bagi masyarakat. Penutupan pasar malam yang terindikasi menyimpang ini menjadi langkah penting untuk menjaga nilai-nilai tersebut dan memastikan perlindungan anak-anak dari pengaruh buruk.


Penilaian dari Pengacara Rio Wilson Sidauruk, SH, Ketua Dewan Masjid Indonesia Kabupaten Simalungun H.Sulaiman Sinaga, Pengasuh Pondok Pesantren Mahabbaturrasul SAW Tuan Guru Siantar Muhammad Sya'ban Siregar BM Assiantary, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Misbah Al Ustadz Syamsul Bahri yang semuanya menyatakan segala bentuk permainan yang mengandalkan peruntungan adalah judi dibantah mentah-mentah oleh Forkopimcam dan pihak kepolisian.


Dalam polemik ini, penilaian tentang apakah permainan seperti lempar gelang atau Neo Playboy termasuk dalam kategori judi tergantung pada tafsir hukum dan pandangan normatif yang diambil. Berikut adalah analisis berdasarkan dua perspektif yang bertentangan menurut redaksi:


Pendapat Pengacara dan Ulama

1. Pengacara Rio Wilson Sidauruk, SH:

Dari sudut pandang hukum, permainan yang mengandalkan peruntungan (chance) dapat dikategorikan sebagai perjudian berdasarkan Pasal 303 KUHP. Dalam pasal ini, perjudian didefinisikan sebagai permainan yang memungkinkan seseorang memperoleh keuntungan tanpa kerja keras, bergantung pada nasib atau peluang. Jika permainan seperti Neo Playboy dan lempar gelang tidak melibatkan keterampilan murni dan hanya bergantung pada keberuntungan, maka itu memenuhi unsur perjudian.


2. H.Sulaiman Sinaga (Ketua DMI Simalungun):

Dalam perspektif agama Islam, segala bentuk permainan yang mengandalkan untung-untungan dianggap haram karena termasuk kategori maysir (perjudian), sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Maidah: 90. Permainan seperti ini tidak hanya merusak moral, tetapi juga menjauhkan manusia dari nilai-nilai agama.


3. Tuan Guru Muhammad Sya'ban Siregar BM Assiantary:

Sebagai pemuka agama, ia memandang bahwa permainan seperti ini tidak pantas berada di ruang publik, apalagi di lingkungan yang sering dikunjungi anak-anak. Permainan yang mengandalkan peruntungan bisa menjadi pintu masuk bagi perilaku perjudian yang lebih besar.


4. Ustadz Syamsul Bahri:

Menekankan bahwa judi, dalam bentuk apa pun, merupakan aktivitas yang bertentangan dengan prinsip moral dan hukum syariat. Ia juga mengingatkan bahwa anak-anak yang terpapar permainan semacam ini berisiko menormalisasi perilaku negatif sejak dini.


Pendapat Forkopimcam dan Pihak Kepolisian

1. Forkopimcam:

Menurut mereka, permainan seperti lempar gelang dan Neo Playboy adalah bentuk hiburan atau permainan ketangkasan. Mereka berpendapat bahwa selama permainan ini tidak melibatkan taruhan uang yang signifikan, maka tidak dapat dikategorikan sebagai perjudian. Forkopimcam mungkin berpegang pada penafsiran sempit dari Pasal 303 KUHP, yang mensyaratkan adanya unsur taruhan yang jelas.


2. Pihak Kepolisian:

Polisi sering kali membutuhkan bukti konkret bahwa permainan ini benar-benar melibatkan taruhan uang. Jika tidak ada laporan atau bukti langsung tentang keterlibatan taruhan, maka sulit bagi kepolisian untuk mengategorikannya sebagai perjudian secara hukum.


Manakah yang Benar?

1. Analisis Hukum:

Berdasarkan Pasal 303 KUHP, permainan dapat dikategorikan sebagai judi jika memenuhi unsur:


Adanya unsur taruhan

Bergantung pada nasib atau keberuntungan.

Jika permainan seperti lempar gelang dan Neo Playboy terbukti bergantung sepenuhnya pada keberuntungan tanpa melibatkan keterampilan, maka argumen pengacara dan ulama lebih kuat.


2. Perspektif Sosial dan Agama:

Dalam norma sosial dan agama, yang menjadi perhatian utama adalah dampaknya terhadap moral masyarakat, terutama anak-anak. Dalam hal ini, pendapat para ulama dan pengacara lebih berfokus pada nilai-nilai etik dan moral, yang sering kali lebih tegas dibandingkan interpretasi hukum formal.


3. Forkopimcam dan Polisi:

Pendapat ini sering didasarkan pada bukti konkret dan aturan prosedural. Jika tidak ada pelanggaran hukum yang jelas atau laporan masyarakat yang kuat, maka mereka mungkin merasa tidak cukup alasan untuk menindak.


Kebenaran dalam hal ini tergantung pada sudut pandang yang digunakan:


Jika berbasis moral dan agama, maka pendapat pengacara dan ulama lebih kuat.

Jika berbasis hukum formal, maka perlu ada pembuktian unsur-unsur perjudian berdasarkan KUHP.


Akan lebih bijak jika semua pihak, termasuk Forkopimcam, ulama, pengacara, dan masyarakat, berdialog untuk mencapai kesepakatan yang melindungi kepentingan umum, khususnya anak-anak.

Komentar

Tampilkan

Terkini

Entertainment

+

Opini

+