-->

Iklan

Menu Bawah

Iklan

Halaman

Sejarah Panjang Yayasan Perguruan Sultan Agung: Dari Chong Hua School Hingga Menjadi Sekolah Nasional Favorit

Redaksi
Kamis, 12 Desember 2024, Desember 12, 2024 WIB Last Updated 2024-12-12T04:15:15Z
Sejarah Panjang Yayasan Perguruan Sultan Agung: Dari Chong Hua School Hingga Menjadi Sekolah Nasional Favorit


Pematangsiantar, Selektifnews.com – Yayasan Perguruan Sultan Agung (YP Sultan Agung) merayakan usia satu abad dengan kebanggaan dan refleksi mendalam. Perjalanan panjang lembaga pendidikan ini bermula pada tahun 1931, ketika berdiri dengan nama Chong Hua School, sebuah sekolah Tionghoa yang didirikan oleh tokoh-tokoh masyarakat Tionghoa di Pematangsiantar.


Sejarah mencatat bahwa pendirian Chong Hua School merupakan wujud kepedulian komunitas Tionghoa terhadap pendidikan. Pembangunan gedung tahap pertama ini terealisasi dengan dukungan kuat masyarakat sekitar. Lima tahun kemudian, pada tahun 1936, sekolah ini berkembang dengan menambahkan fasilitas gedung baru dan membuka jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada tahap inilah sekolah berganti nama menjadi Zhong Hua School.


Namun, perjalanan tidak selalu mulus. Ketika masa penjajahan Jepang menggantikan Belanda, Zhong Hua School menghadapi tekanan politik yang berat. Meskipun proses belajar mengajar tetap berlangsung, konflik internal mulai muncul akibat perbedaan pandangan di antara masyarakat, termasuk di lingkungan sekolah. Perpecahan ini menjadi tantangan besar bagi yayasan, yang pada akhirnya memutuskan menunjuk Wu Tien Yu (Paul Wu) sebagai Direktur Pelaksana atau Kepala Sekolah untuk menstabilkan operasional sekolah.


Transformasi di Masa Pembauran


Tahun 1975 menjadi salah satu babak paling krusial dalam sejarah Yayasan Perguruan Sultan Agung. Pemerintah Indonesia saat itu mengeluarkan peraturan baru yang mengharuskan semua sekolah Tionghoa bertransformasi menjadi sekolah nasional. Pengajaran bahasa Tionghoa dilarang, siswa diwajibkan berkewarganegaraan Indonesia, dan proporsi siswa pribumi dan nonpribumi harus seimbang.


Kebijakan ini menimbulkan tantangan besar. Perbedaan pandangan antara pihak sekolah dan pemerintah membuat yayasan harus menyesuaikan diri. Wu Tien Yu akhirnya memilih mengundurkan diri sebagai syarat agar sekolah tetap beroperasi dan tidak diambil alih oleh pemerintah. Keputusan ini menunjukkan komitmen Sultan Agung untuk mempertahankan keberadaan sekolah demi masa depan pendidikan di Pematangsiantar.


Bangkit dan Berkembang


Setelah melewati masa sulit, Yayasan Perguruan Sultan Agung mulai bangkit dengan menambah berbagai fasilitas. Pengadaan genset untuk mengatasi masalah listrik, pembaruan perpustakaan, penambahan area bermain untuk Taman Kanak-Kanak, serta penyediaan bus sekolah dan kendaraan operasional menjadi langkah besar dalam meningkatkan kenyamanan siswa dan guru.


Di bidang olahraga, Sultan Agung mengukuhkan diri sebagai salah satu sekolah dengan prestasi terbaik. Kejuaraan bola basket Sultan Agung Cup, yang rutin digelar sejak 2001, menjadi ajang kompetisi bergengsi antar sekolah di Sumatera Utara. Sultan Agung juga mencatatkan sejarah sebagai juara bertahan selama empat tahun berturut-turut. Tidak hanya itu, pada tahun 2008, tim bola basket sekolah ini meraih Juara II di kejuaraan antar pelajar Sumatera Utara dan Piala Yamaha di Medan.


Bidang seni juga tidak kalah bersinar. Tim drum band Sultan Agung dikenal sebagai salah satu yang terbaik di Sumatera Utara, sering tampil di acara besar, termasuk HUT Kodam Bukit Barisan di Pematangsiantar. Prestasi yang paling membanggakan adalah tampilnya penari Sultan Agung di Istana Merdeka pada Peringatan HUT RI ke-63 tahun 2008, di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.


Sultan Agung di Usia 100 Tahun


Kini, Yayasan Perguruan Sultan Agung telah berkembang menjadi salah satu sekolah swasta favorit di Sumatera Utara. Dengan lebih dari 3.400 siswa dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga perguruan tinggi melalui STIE Sultan Agung, sekolah ini terus mencetak generasi berkualitas.


Komposisi siswa Sultan Agung mencerminkan keberagaman Indonesia. Sebanyak 35% siswa beragama Islam, 35% Kristen, dan 30% Buddha, dengan 65% siswa berasal dari kalangan pribumi. Keberagaman ini menunjukkan bahwa Sultan Agung benar-benar telah menjadi sekolah nasional yang mengutamakan kualitas pendidikan tanpa memandang latar belakang etnis atau agama.


Pada tahun 2009, tingkat kelulusan sekolah ini mencapai 100%, dan tradisi prestasi akademik ini terus dipertahankan hingga kini. Di bawah kepemimpinan Hasan Wijaya sebagai Ketua Yayasan, Sultan Agung terus berbenah, memadukan tradisi dan inovasi untuk memajukan dunia pendidikan.


Warisan dan Harapan ke Depan


Sejarah panjang Yayasan Perguruan Sultan Agung mencatat kontribusi besar para pendiri dari komunitas Tionghoa yang peduli terhadap pendidikan. Kini, warisan tersebut terus berlanjut dalam wujud sekolah yang inklusif, berprestasi, dan menginspirasi.


Selamat ulang tahun ke-100, Yayasan Perguruan Sultan Agung. Semoga terus menjadi mercusuar pendidikan di Sumatera Utara dan Indonesia.


#YP100Tahun #SejarahSultanAgung #PendidikanNasional #SekolahBerkualitas #PrestasiSultanAgung

Komentar

Tampilkan

Terkini

Entertainment

+

Opini

+