Orang Bodoh |
Dunia ini sering kali terasa berjalan terbalik. Orang-orang yang minim pengetahuan dan fanatik pada keyakinan sempit justru tampil penuh percaya diri, seolah memiliki jawaban atas segala permasalahan. Sebaliknya, mereka yang bijak dan penuh kesadaran, yang memahami kompleksitas dunia, malah kerap dihantui keraguan. Fenomena ini bukan sekadar anomali, melainkan sebuah realitas yang telah diidentifikasi sejak lama.
Seperti yang pernah diungkapkan oleh filsuf Bertrand Russell, "Masalah besar dunia adalah bahwa orang bodoh penuh dengan keyakinan, sementara orang bijak penuh dengan keraguan." Realitas ini menjadi tantangan yang sangat berbahaya, terutama dalam konteks kepemimpinan, masyarakat, dan peradaban.
𝗗𝗼𝗺𝗶𝗻𝗮𝘀𝗶 𝗢𝗿𝗮𝗻𝗴-𝗢𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗕𝗼𝗱𝗼𝗵 𝗱𝗮𝗻 𝗙𝗮𝗻𝗮𝘁𝗶𝗸
Orang-orang yang fanatik dan minim kesadaran sering kali tampil lebih menonjol karena dua hal utama:
1. Keyakinan Sempit: Mereka melihat dunia secara hitam putih, tanpa mempertimbangkan nuansa atau kompleksitas. Hal ini membuat mereka mudah mengambil keputusan cepat tanpa banyak pertimbangan.
2. Jumlah yang Banyak: Populasi mereka jauh lebih besar dibandingkan kelompok yang memiliki kesadaran tinggi. Orang-orang seperti ini cenderung mudah dipengaruhi, sehingga sering menjadi target manipulasi politik, agama, atau ekonomi.
Dominasi mereka di berbagai lini kehidupan, termasuk politik, ekonomi, dan budaya, menciptakan tantangan besar. Ketika orang-orang seperti ini menduduki posisi penting, mereka kerap mengambil keputusan yang berdampak buruk bagi masyarakat luas.
Ketika Politisi Menggantikan Negarawan**
Salah satu dampak terbesar dari dominasi orang-orang bodoh dan fanatik adalah naiknya politisi yang hanya mementingkan kepentingan pribadi atau golongan, dibandingkan negarawan yang tulus memikirkan masa depan bangsa.
Perbedaan antara politisi dan negarawan** sangat jelas:
- Politisi hanya berpikir tentang kemenangan dalam pemilu berikutnya, sementara negarawan memikirkan generasi berikutnya.
- Kesadaran politisi sering kali berada pada tingkat rendah, hanya sekitar 180 dalam skala kesadaran, di mana mereka berfokus pada kepentingan ego dan ambisi sempit. Sebaliknya, seorang negarawan memiliki kesadaran tinggi, sekitar 430, yang berorientasi pada nilai-nilai universal seperti keadilan, kesejahteraan, dan kemanusiaan.
Ketika negeri ini dipimpin oleh politisi alih-alih negarawan, dampaknya sangat terasa:
- Kemiskinan yang Merajalela: Kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil.
- Korupsi yang Sistemik: Kepentingan pribadi dan golongan mendominasi.
- Ketimpangan Sosial yang Tajam: Rakyat tidak merasakan keadilan dalam berbagai aspek kehidupan.
Fenomena ini menciptakan situasi di mana nostalgia terhadap masa lalu, seperti meme terkenal "Piye kabare, penak zamanku toh," menjadi relevan. Ironisnya, banyak yang merindukan masa ketika pemimpin meskipun otoriter, namun dianggap lebih memihak rakyat dibandingkan kondisi sekarang.
𝗢𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗕𝗶𝗷𝗮𝗸 𝗱𝗮𝗻 𝗞𝗲𝘀𝗮𝗱𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗧𝗶𝗻𝗴𝗴𝗶 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗧𝗲𝗿𝗽𝗶𝗻𝗴𝗴𝗶𝗿𝗸𝗮𝗻
Sementara itu, mereka yang memiliki kesadaran tinggi cenderung terpinggirkan. Orang-orang pintar, tulus, dan bijak sering kali:
1. Dipenuhi Keraguan: Mereka memahami bahwa keputusan besar membutuhkan pertimbangan matang dan analisis yang kompleks, sehingga terkesan lambat bergerak.
2. Enggan Terlibat: Banyak yang merasa dunia politik terlalu kotor dan penuh intrik, sehingga memilih mundur dan berfokus pada urusan pribadi.
Padahal, kehadiran mereka sangat penting untuk menciptakan perubahan nyata dalam masyarakat. Tanpa keterlibatan mereka, ruang publik dan kepemimpinan akan terus didominasi oleh orang-orang dengan kesadaran rendah yang hanya memperburuk keadaan.
𝗣𝗮𝗻𝗴𝗴𝗶𝗹𝗮𝗻 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗢𝗿𝗮𝗻𝗴-𝗢𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗕𝗲𝗿𝗸𝗲𝘀𝗮𝗱𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗧𝗶𝗻𝗴𝗴𝗶
Melihat realitas ini, sudah saatnya orang-orang yang memiliki kesadaran tinggi, integritas, dan pengetahuan mendalam tampil mengambil peran lebih besar dalam kehidupan bermasyarakat. Mereka harus berhenti menjadi penonton dan mulai terjun ke medan perjuangan untuk:
1. Menciptakan Kepemimpinan yang Visioner: Mengutamakan kepentingan rakyat dan masa depan peradaban, bukan sekadar kemenangan politik.
2. Melawan Fanatisme dan Kebodohan: Dengan menyebarkan pengetahuan, membangun dialog yang sehat, dan menciptakan kesadaran kolektif.
3. Memberdayakan Rakyat: Memberikan pendidikan dan peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mereka, sehingga tidak mudah dimanipulasi.
𝗠𝗲𝗻𝘂𝗷𝘂 𝗠𝗮𝘀𝗮 𝗗𝗲𝗽𝗮𝗻 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗟𝗲𝗯𝗶𝗵 𝗕𝗮𝗶𝗸
Jika orang-orang pintar dan berkesadaran tinggi tidak segera bertindak, dunia akan terus terjebak dalam siklus kepemimpinan yang buruk dan kebijakan yang tidak adil. Rakyat akan terus menderita, sementara kelompok kecil yang tidak tulus akan terus menikmati keuntungan.
Namun, harapan tidak pernah hilang. Ketika orang-orang yang memiliki hati nurani, pikiran cerdas, dan kesadaran tinggi bersatu untuk menciptakan perubahan, dunia ini dapat menjadi tempat yang lebih baik bagi semua. Seperti kata pepatah, "Yang dibutuhkan untuk kejahatan menang hanyalah orang baik yang tidak melakukan apa-apa."
𝗞𝗶𝗻𝗶 𝘀𝗮𝗮𝘁𝗻𝘆𝗮 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗯𝗲𝗿𝘁𝗶𝗻𝗱𝗮𝗸, 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝘀𝗲𝗺𝘂𝗮𝗻𝘆𝗮 𝘁𝗲𝗿𝗹𝗮𝗺𝗯𝗮𝘁.
Penulis: Zulfandi Kusnomo,C.PW,C.IJ,C.PR
Pemimpin Redaksi Selektifnews.com