Jakarta, Selektifnews.com - Pemantau Keuangan Negara (PKN) secara resmi mengajukan surat keberatan kepada Presiden Republik Indonesia, Jenderal Purnawirawan Prabowo Subianto, terkait ketidakpatuhan Komisi Informasi Pusat dalam menangani laporan dugaan pelanggaran kode etik yang diajukan oleh PKN. Surat keberatan ini merujuk pada ketidakterlaksanaannya sidang kode etik untuk memproses dugaan pelanggaran yang telah dilaporkan sejak Oktober 2024.
Latar Belakang Keberatan
Keberatan ini diangkat oleh Ketua Umum PKN, Patar Sihotang, SH, MH, berdasarkan beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara.
Dalam surat bernomor 01/KEBERATAN/PKN/XI/2024, yang disampaikan ke Istana Negara Jakarta, PKN menyatakan ketidakpuasannya terhadap respons Komisi Informasi Pusat dalam menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran kode etik yang mereka ajukan. PKN sebelumnya telah melaporkan dugaan pelanggaran tersebut pada 17 Oktober 2024 dengan surat laporan nomor 01/LAPORAN/KODE ETIK/PKN/IX/2024.
Fakta-Fakta yang Diajukan
Dalam surat keberatan, PKN memaparkan beberapa fakta terkait dengan laporan mereka:
1. Ketidaktertiban Komisi Informasi Pusat dalam Menindaklanjuti Laporan: Berdasarkan Pasal 15 Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Kode Etik Komisi, Komisi Informasi seharusnya mengadakan rapat pleno dalam waktu tiga hari setelah menerima laporan pelanggaran kode etik untuk menentukan kelayakan laporan dan menetapkan nama-nama anggota majelis etik. Namun, hingga tanggal 12 November 2024, belum ada respons atau pemberitahuan mengenai pembentukan majelis kode etik dari Komisi Informasi Pusat.
2. Tanggung Jawab Komisi Informasi kepada Presiden: Pasal 28 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 menegaskan bahwa Komisi Informasi Pusat bertanggung jawab kepada Presiden dan wajib melaporkan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada DPR RI. Dalam konteks ini, PKN menganggap bahwa Presiden, sebagai atasan langsung, harus memastikan penegakan aturan dalam Komisi Informasi Pusat.
3. Keterkaitan dengan Misi Pemerintah dalam Pencegahan Korupsi: PKN menyoroti bahwa penegakan hukum yang diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 terkait keterbukaan informasi adalah alat yang penting dalam pencegahan korupsi. PKN berharap bahwa Presiden Prabowo Subianto dapat mengawal penegakan hukum ini sebagai bagian dari misi reformasi politik, hukum, dan birokrasi yang diusung pemerintahannya.
4. Indikasi Penyimpangan oleh Oknum Komisioner: Berdasarkan pengalaman PKN dan keluhan masyarakat, ditemukan adanya dugaan bahwa beberapa anggota Komisi Informasi Pusat lebih memprioritaskan kepentingan pribadi. PKN menyebut bahwa ada oknum komisioner yang justru terlihat membela pihak-pihak yang bersengketa, bukan menjaga transparansi dan integritas lembaga.
5. Korupsi di Balik Ketertutupan Informasi: PKN menggambarkan bahwa ketertutupan informasi memungkinkan praktik korupsi berlangsung tanpa hambatan. PKN menyatakan bahwa keterbukaan informasi seharusnya menjadi prioritas demi mencapai pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi.
6. Pernyataan Tokoh Dunia Tentang Pentingnya Transparansi: Sebagai tambahan, PKN mengutip pernyataan tokoh internasional seperti hakim AS Louis Brandeis, yang menyatakan bahwa “Sunlight is the best disinfectant,” untuk menekankan bahwa transparansi dalam pemerintahan adalah kunci dalam pencegahan korupsi. Selain itu, mereka mengutip peraih Nobel Ekonomi, Joseph Stiglitz, yang menegaskan bahwa anggaran publik seharusnya digunakan untuk kepentingan publik dan diakses oleh publik.
Permohonan kepada Presiden
Dalam surat ini, PKN mengharapkan Presiden Prabowo Subianto untuk memerintahkan Komisi Informasi Pusat agar segera menggelar sidang kode etik sesuai laporan yang telah diajukan oleh PKN. Patar Sihotang menegaskan bahwa langkah ini penting agar transparansi dan integritas lembaga dapat dijaga, serta untuk menghindari tuntutan hukum yang mungkin diambil PKN jika permohonan ini tidak direspons dengan baik.
PKN juga menyertakan tembusan surat keberatan ini kepada Wakil Presiden RI, Ketua Komisi I DPR RI, serta seluruh Ketua Komisi Informasi yang ada di Indonesia, dengan harapan agar perhatian serius dapat diberikan pada kasus ini.
Sebagai organisasi yang bergerak dalam pemantauan keuangan negara, PKN menyampaikan bahwa keterbukaan informasi adalah hak dasar masyarakat dan harus dijaga oleh lembaga yang bertugas. PKN berharap bahwa dengan adanya dukungan dari Presiden Prabowo Subianto, permasalahan ini dapat diselesaikan dengan adil dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Surat keberatan ini sekaligus menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa transparansi adalah pilar penting dalam menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintahan.