-->

Iklan

Menu Bawah

Iklan

Halaman

Mirisnya Fenomena Netizen Masa Kini: Malas Membaca Dan Cepat Menghakimi

Redaksi
Jumat, 15 November 2024, November 15, 2024 WIB Last Updated 2024-11-14T17:36:01Z


Oleh: Zulfandi Kusnomo,C.PW,C.IJ,C.PR

Pemimpin Redaksi, Penulis, Konten Kreator, Aktivis


Di era digital ini, kita melihat bagaimana arus informasi yang begitu cepat justru membentuk perilaku yang kurang bijak di kalangan masyarakat, terutama di dunia maya. Fenomena ini begitu menyedihkan, di mana banyak orang – utamanya para netizen – menjadi "hakim" instan, dengan mudah menjustifikasi seseorang atau suatu peristiwa hanya dari tampilan judul artikel tanpa benar-benar memahami isi atau konteksnya. Hal ini menjadi semakin serius karena berdampak pada kehidupan sosial dan persepsi publik terhadap suatu topik atau individu.


Budaya “Scroll” dan “Skip” yang Mengikis Kesadaran Membaca


Kita hidup di zaman di mana informasi begitu mudah diakses. Hanya dengan satu sentuhan jari, ratusan berita dapat muncul di layar. Akan tetapi, kemudahan ini juga membawa masalah, yaitu sikap malas membaca yang semakin menjadi-jadi. Banyak orang hanya membaca judul tanpa berusaha memahami isi berita atau konteks yang disampaikan. Judul artikel yang kerap bersifat sensasional sering kali membuat netizen langsung menarik kesimpulan.


Misalnya, sebuah artikel dengan judul “Selebriti A Diduga Terkait Kasus Penipuan” bisa saja membuat banyak orang langsung menuduh selebriti tersebut sebagai pelaku, meskipun setelah membaca isi artikel mungkin ditemukan fakta bahwa selebriti A hanyalah saksi atau tidak memiliki keterlibatan sama sekali. Kebiasaan ini bukan hanya berdampak pada pola pikir masyarakat, tetapi juga meningkatkan polarisasi di kalangan netizen yang terbagi-bagi berdasarkan persepsi yang tidak akurat.


Fenomena “Trial by Netizen” yang Menjauhkan dari Etika


Salah satu dampak dari budaya membaca judul adalah munculnya fenomena “trial by netizen.” Dalam fenomena ini, masyarakat, khususnya pengguna media sosial, berperan seolah-olah sebagai hakim yang menilai seseorang hanya berdasarkan sepenggal informasi tanpa memahami keseluruhan cerita. Hal ini bisa kita lihat pada banyak kasus di mana publik melabeli seseorang sebagai “penjahat” atau “buruk” hanya berdasarkan asumsi yang mereka dapatkan dari media atau informasi yang tidak akurat.


Sering kali, korban dari “trial by netizen” ini mengalami dampak psikologis yang besar, bahkan dapat menghancurkan kehidupan pribadi maupun profesional mereka. Tanpa adanya bukti nyata, orang yang dihujat ini mungkin saja harus berjuang keras membersihkan nama baiknya. Selain itu, kerugian yang ditimbulkan tidak hanya bersifat pribadi, tetapi juga memengaruhi bagaimana kita sebagai masyarakat melihat dan memperlakukan orang lain.


Peran Wartawan dalam Menyadarkan Publik


Dalam kondisi ini, peran wartawan menjadi sangat penting. Wartawan, sebagai penyampai berita, tidak hanya bertugas melaporkan informasi, tetapi juga memiliki tanggung jawab moral untuk menyajikan fakta yang utuh, tidak terdistorsi, dan membantu pembaca dalam mencerna informasi dengan tepat. Media diharapkan untuk tidak terjebak dalam sensasionalisme, karena judul yang bombastis tanpa diiringi informasi yang akurat hanya akan memperburuk budaya malas membaca dan sikap cepat menghakimi.


Sebagai contoh, media dapat menyajikan artikel dengan judul yang lebih mendidik, yang tidak bersifat memancing opini publik secara negatif. Selain itu, wartawan bisa melengkapi artikel dengan penjelasan mendalam dan informasi dari berbagai sudut pandang, sehingga pembaca memiliki kesempatan untuk berpikir lebih kritis. Dengan cara ini, wartawan dapat berperan sebagai penggerak perubahan untuk mengubah pola pikir netizen agar lebih cerdas dalam menyikapi suatu informasi.


Literasi Digital: Kunci Mengatasi Budaya Malas Baca


Selain peran wartawan, meningkatkan literasi digital masyarakat juga menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini. Literasi digital adalah kemampuan seseorang untuk memahami, mengevaluasi, dan menggunakan informasi digital secara bijak. Pendidikan mengenai literasi digital perlu diajarkan, agar masyarakat dapat menjadi netizen yang lebih kritis dan tidak mudah terjebak dalam berita palsu atau informasi yang terdistorsi.


Pemerintah dan instansi pendidikan juga bisa berperan aktif dalam menanamkan kesadaran akan pentingnya membaca dan memahami informasi dengan benar. Masyarakat harus dibimbing untuk lebih selektif dalam memilih informasi dan tidak mudah termakan oleh konten yang berisi judul bombastis semata.


Menuju Netizen yang Lebih Bijak dan Beretika


Pada akhirnya, untuk menciptakan lingkungan media yang sehat, diperlukan kerja sama antara wartawan, media, dan masyarakat. Wartawan dan media perlu menyajikan berita dengan etika dan profesionalisme, sementara masyarakat harus belajar untuk tidak terburu-buru menghakimi. Penting bagi kita semua untuk tidak hanya membaca judul tetapi berusaha memahami isi berita. Jangan biarkan budaya malas membaca dan cepat menghakimi menguasai masyarakat kita. Sebagai pengguna media, marilah kita menjadi netizen yang cerdas dan bijak dalam menyikapi informasi.

Komentar

Tampilkan

Terkini