Ketua Umum Pemantau Keuangan Negara (PKN), Patar Sihotang, SH., MH |
Jakarta, selektifnews.com – Ketua Umum Pemantau Keuangan Negara (PKN), Patar Sihotang, SH., MH., resmi melaporkan Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) ke Ketua Ombudsman Republik Indonesia di Jakarta. Laporan ini diajukan karena KIP diduga tidak melaksanakan sidang kode etik anggota Komisi sesuai laporan yang diajukan oleh PKN. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk kritik terhadap kinerja KIP dalam menangani laporan pelanggaran kode etik yang dinilai lambat dan tidak sesuai standar pelayanan publik, Selasa (19/11/2024).
Dasar Hukum Pelaporan
Dalam laporan yang diajukan, PKN merujuk sejumlah regulasi sebagai dasar hukum, yaitu:
1. UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI
2. UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
3. PP No. 48 Tahun 2016 tentang Tata Pengenaan Sanksi Administrasi terhadap Pejabat Pemerintah
4. PP No. 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Peran serta Masyarakat dalam Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi
5. PP No. 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Peran serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara
6. PP No. 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggara Pemerintah Daerah
7. Peraturan Komisi Informasi No. 3 Tahun 2016 tentang Kode Etik Anggota Komisi
Berdasarkan dasar hukum tersebut, PKN mendesak Ombudsman RI untuk memproses dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Ketua KIP, serta meminta penerapan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Fakta dan Kronologi Laporan
1. Laporan Awal PKN ke KIP
Pada 17 Oktober 2024, PKN melaporkan dugaan pelanggaran kode etik oleh anggota KIP melalui surat resmi bernomor 01/LAPORAN/KODE ETIK/PKN/IX/2024. Laporan ini menyebutkan bahwa anggota KIP tidak menyelesaikan sengketa informasi yang diajukan oleh pemohon dalam waktu 100 hari kerja, sebagaimana diatur dalam peraturan. Bukti tanda terima laporan turut disertakan sebagai barang bukti.
2. Keberatan kepada Presiden RI
Setelah tidak adanya tindak lanjut dari KIP, PKN mengajukan keberatan kepada Presiden Republik Indonesia, Jenderal (Purn.) Prabowo Subianto, pada 13 November 2024, dengan surat bernomor 01/KEBERATAN/PKN/XI/2024. Keberatan ini menyatakan bahwa KIP tidak menjalankan kewajibannya untuk menggelar sidang kode etik atas dugaan pelanggaran yang dilaporkan.
3. Pelanggaran Standar Pelayanan Publik
PKN menyoroti pelanggaran terhadap Pasal 16 dan Pasal 18 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pelaksana pelayanan publik, dalam hal ini KIP, dianggap tidak memenuhi kewajiban memberikan tanggapan terhadap pengaduan masyarakat, serta gagal memenuhi standar pelayanan yang transparan, responsif, dan akuntabel.
Permintaan PKN kepada Ombudsman RI
Dalam laporannya, PKN meminta Ombudsman RI untuk:
1. Memproses dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Ketua KIP dalam penanganan laporan pelanggaran kode etik.
2. Memberikan sanksi administratif kepada pejabat terkait sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 37 Tahun 2008 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
3. Mendorong perbaikan sistem pelayanan publik di Komisi Informasi Pusat untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan tugasnya.
Lampiran Bukti dan Tembusan
Sebagai bagian dari laporan ini, PKN melampirkan:
- Surat laporan pelanggaran kode etik berikut tanda terima.
- Surat keberatan kepada Presiden RI beserta bukti pengirimannya.
- SK Kemenkumham tentang pengesahan akta pendirian PKN sebagai legalitas organisasi.
Laporan ini juga ditembuskan ke berbagai pihak terkait, termasuk Presiden RI, Ketua KPK, Ketua DPR RI, Ketua Komisi I DPR RI, Ketua BPK RI, Menteri Komunikasi dan Digital, serta Ketua DPRD DKI Jakarta.
Pernyataan Ketua Umum PKN
Dalam pernyataannya, Patar Sihotang menegaskan bahwa langkah ini merupakan upaya memperjuangkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan publik.
“Komisi Informasi Pusat memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan sengketa informasi ditangani secara profesional dan tepat waktu. Ketika ada dugaan pelanggaran kode etik, wajib hukumnya bagi mereka untuk menggelar sidang kode etik. Kegagalan ini mencerminkan buruknya tata kelola lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam keterbukaan informasi.”
PKN berharap laporan ini dapat mendorong reformasi pelayanan publik di tingkat nasional, sekaligus memperkuat peran Ombudsman RI sebagai lembaga pengawas pelayanan publik.
Laporan ini menjadi pengingat bahwa setiap lembaga publik wajib bertanggung jawab atas tugas dan fungsinya. Pelanggaran kode etik atau standar pelayanan tidak hanya mencerminkan ketidakefisienan, tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat. Ombudsman RI diharapkan dapat segera mengambil langkah konkret untuk menindaklanjuti laporan ini dan memberikan solusi yang adil sesuai amanat undang-undang.