PEMATANG SIANTAR, SELEKTIFNEWS.COM -Para preman yang berkedok sebagai Debt Collector atau yang biasa disebut Mata Elang kian membuat resah masyarakat, terutama debitur yang memiliki tunggakan cicilan sepeda motor ataupun mobilnya.
Sekilas jika kita mendengar nama mata elang tentunya akan terbesit dibenak masyarakat gerombolan atau kelompok yang mengambil kendaraan secara paksa di jalan. Para debt collector ini diduga berada dibawah naungan PT.Mitra Panca Nusantara yang terletak di Jalan Demokrasi, Kota Pematang Siantar.
Di Kota Pematangsiantar sendiri biasanya mereka sering terlihat mangkal di seputaran area Megaland Jalan Asahan dan seputaran Simpang rami dekat hotel Horison.
Ulah penarikan secara paksa yang dilakukan Debt Collector kini semakin menjadi-jadi, seolah kebal hukum mereka merajalela tanpa pernah mendapatkan tindakan tegas dari Aparat Penegak Hukum karena seyogyanya para preman ini memiliki backing dari oknum tertentu.
Atas merajalelanya para debt collector ini tentunya masyarakat berharap Aparat penegak hukum dalam hal ini Polres Pematang Siantar harus cepat mengambil sikap dan tindakan tegas terhadap para oknum debt collector yang melakukan Perampasan unit kenderaan di jalan.
Admin PT.Mitra Panca Nusantara Yani Sirait saat dikonfirmasi terkait hal ini membantah pihaknya telah melakukan tindakan kekerasan. Menurutnya perusahaannya tidak pernah memerintahkan untuk melakukan penarikan secara paksa.
"Keputusan pengadilan itukan tergantung, itukan hanya alternatif. Masalah nya debitur itukan kreditnya di leasing bukan di pengadilan. Artinya ketika perusahaan leasing memberikan kuasa kepada kami, lalu kami teruskan kepada orang-orang-orang kami yang telah dibekali dokumen secara lengkap termasuk SPPI nya," ungkap Yani.
Lebih lanjut Yani menjelaskan pihaknya tidak pernah melakukan perampasan, kalau pun ada perampasan itu berarti lari ke oknum yang melakukannya dan itu diluar tanggung jawab perusahaan. Jika tidak sesuai SOP kami silahkan masyarakat melapor ke polisi dan kami sangat mendukungnya, tegasnya.
Ketua Komunitas Satgas Anti Riba Kota Pematang Siantar Zulfandi Kusnomo, meminta kepada pihak Kepolisian dalam hal ini aparat penegak Hukum dan Pelindung serta pengayom masyarakat harus bertindak tegas.
“ kalo perlu tembak ditempat saja, karena tindakan seperti itu sangat tidak manusiawi, merampas dengan cara paksa. Untuk apa pakai jasa debt collector jika ada undang-undang Fidusia,” ujarnya kesal.
Penyewaan pihak ketiga atau jasa Debt Collector yang dilakukan oleh pihak finance atau perusahaan, Menurutnya tidak perlu jika sudah ada undang-undang fidusia yang mengaturnya.
"Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia). Selain itu eksekusi yang dilakukan harus melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Pihak leasing tidak berwenang melakukan eksekusi penarikan motor tersebut. Eksekusi haruslah dilakukan oleh badan penilai harga yang resmi atau Badan Pelelangan Umum. Jika terjadi penarikan motor oleh pihak leasing tanpa menunjukkan sertifikat jaminan fidusia, itu merupakan perbuatan melawan hukum. Sejak 2012, Kementerian Keuangan telah menerbitkankan peraturan yang melarang leasing untuk menarik secara paksa kendaraan dari nasabah yang menunggak pembayaran kredit kendaraan (Peraturan Menteri Keuangan No.130/PMK.010/2012)," jelasnya.
"Tindakan leasing melalui debt collector yang mengambil secara paksa kendaraan berikut STNK dan kunci motor seharusnya dapat dikenai ancaman pidana. Tindakan tersebut termasuk kategori perampasan sebagaimana diatur dalam pasal 368 KUHP. Selain itu, tindakan tersebut termasuk pelanggaran terhadap hak kita sebagai konsumen seperti yang tertera di Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen," tambahnya.
"Jika ada undang-undang fidusia ya dijalankan, bukan malah menyewa preman," pungkasnya.
"Memang terjadi multi tafsir terkait masalah ini, jadi mohon kiranya jika ingin mencapai win win solution pihak kepolisian segera melakukan sosialisasi kepada leasing ataupun debt collector agar bisa menagih secara elegan tanpa melakukan tindak kekerasan atau ya ditindak saja," pintanya.
Kasat Reskrim Polres Pematang Siantar AKP Banuara Manurung saat diminta tanggapannya terkait hal ini menjelaskan ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh para debt collector saat melakukan penagihan.
"Jika ada debt collector yang bekerja sama dengan kreditur apabila mereka melakukan penarikan secara paksa disertai tindak kekerasan dan tidak memiliki dokumen yang berhubungan dengan penarikan fisik itu artinya perbuatan melawan hukum," ungkap Banuara, Kamis (22/06/2023).
"Terkait teknis pelaksanaannya walaupun telah ada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019. Namun ada hal-hal yang telah disepakati bahwa proses eksekusi atau penarikan kendaraan oleh debt collector harus dilengkapi dengan adanya sertifikat fidusia, Surat kuasa atau surat tugas penarikan, Kartu sertifikat profesi penagihan Indonesia serta memiliki Kartu Identitas. Jika tidak memenuhi unsur itu maka silahkan masyarakat melaporkan ke Polres," bebernya.
"Jika ada debt collector yang nakal melakukan kekerasan tentu akan kami tindak secara tegas," tandasnya.