PEMATANG SIANTAR, SELEKTIFNEWS.COM - Keberadaan odong-odong di Kota Pematang Siantar yang cukup membuat warga resah dengan menimbulkan kemacetan hingga kini tidak juga ditindak tegas oleh para stakeholder di Kota ini.
Sebelumnya, Plt Kepala Dinas Perhubungan Julham Situmorang menjelaskan kepada wartawan bahwasanya ada beberapa kesepakatan yang telah dibuat beberapa waktu yang lalu di Kantor Satpol PP dimana ada 6 persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pemilik odong-odong untuk bisa beroperasi.
Adapun 6 Kesepakatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mulai beroperasi jam 5.
2. Tidak menggunakan musik dengan keras.
3. Melalui jalur yang telah ditetapkan.
4. Paling banyak beroperasi 6 unit odong-odong setiap hari.
5. Memasang musik religi atau musik anak-anak-anak dengan pelan.
6. Apabila ditemukan pelanggaran, pemerintah kota melalui satpol PP akan melakukan tindakan terhadap odong-odong.
Itu yang menjadi persyaratannya, jika ada yang membandel Satpol PP akan menindaknya, begitu tulis Julham di WhatsApp messenger, sabtu (27/05/2023).
Namun berdasarkan pantauan wartawan dilokasi, minggu (28/05/2023) hampir seluruh kesepakatan diduga telah dilanggar oleh para pemilik odong-odong. Seolah kebal hukum mereka mengabaikan kesepakatan yang telah dibuat bersama di Kantor Satpol PP pada waktu yang lalu.
Plt Kepala Dinas Perhubungan Kota Pematang Siantar Julham Situmorang saat dihubungi wartawan mengenai hal ini terkesan lebih memilih bungkam.
Sementara itu, Kasatpol PP Kota Pematang Pariaman Silaen yang juga dikonfirmasi wartawan terkait hal ini, hingga sekarang masih bungkam dengan mengabaikan pertanyaan wartawan.
Terpisah, Kapolres Pematang Siantar AKBP Fernando, SIK saat dikonfirmasi wartawan terkait dugaan pelanggaran Undang-undang No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 277 oleh para pemilik odong-odong juga terkesan bungkam dengan mengabaikan pertanyaan wartawan.
Aktifis Komite Lingkungan Budaya dan Pendidikan Fredrik Hutabarat, S.Hut kepada wartawan menyesalkan tindakan para stakeholder yang melakukan pembiaran terhadap dugaan pelanggaran Undang-undang No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 277 oleh para pemilik odong-odong tersebut.
"Seharusnya para stakeholder harus lebih berperan aktif dalam hal ini, mulai dari Dinas Pariwisata, Dinas Perhubungan, Satpol PP hingga Polres Pematang Siantar," ungkap Fredrik.
"Kendati sudah ada kesepakatan yang dibuat, tapi pada kenyataannya kesepakatan tersebut tetap dilanggar. Oleh sebab itu Kapolres Pematang Siantar harusnya segera mengambil kebijakan untuk segera menertibkan dan menindak tegas para pemilik odong-odong itu," tambahnya.
"Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap para pemangku jabatan yang telah dipercaya memegang tata kelola kebijakan namun mandul dan tidak menjalankan fungsi dengan baik, sehingga bisa menimbulkan asumsi di masyarakat ada dugaan para stakeholder telah menerima upeti dari para pemilik odong-odong ini," tandasnya.
Seperti diketahui, para pemilik odong-odong ini diduga telah melanggar Undang-undang No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 277.
"Setiap orang yang memasukkan kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)