Oleh: Sutoyo Abadi
Koordinator Kajian Politik Merah Putih
Koreografer perancang komposisi tari supaya jadi pola gerakan yang terstruktur. Koreografer politik merancang dan merekayasa proses kerja politik bergerak sesuai aransemen dan tujuannya.
Persiden di Indonesia adalah Jokowi tetapi nampak jelas koreografer nya adalah Luhud Binsar Panjaitan (LBP). Kata lain panggung politik dalam kuasa dan genggamannya.
LBP sangat memahami bahwa Jokowi sangat lemah bahkan nyaris tak punya kapasitas, kapabilitas dan integritas dan pengalaman yang memadai untuk mengendalikan dinamika politik skala nasional yang cukup pelik da rumit.
Untuk tugas tersebut harus rela menyerahkan kekuasaannya pada LBP. Apologi yang dibangun untuk menutupi kelemahan dirinya membela diri semua yang dilakukan LBP akan akan menjaga dan melestarikan kekuasaannya.
Diduga kuat semua kebijakan Jokowi tidak bisa lepas atas arahan LBP. Celakanya Indikasi arah politik LBP atas remote Taipan (oligarki).
LBP sangat percaya diri bisa memelihara pimpinan Parpol menjadi koalisi gemuk dalam Kabinet Jokowi Indonesia Maju.
Kasus hukum dijadikan alat tawar (bargaining) untuk memaksa pimpinan parpol harus merapat berkoalisi dengan kekuasaan dan harus menjalankan komando perintahnya.
Angan angan LBP ingin menguasai panggung politik kekuasaan untuk selama mungkin, kalau bisa seumur hidup. Kekuasaan adalah kenikmatan tiada tara yang sudah lama diimpikan LBP dan kini sudah ada dalam genggamannya.
LBP terus berlindung dalam legalitas hirarki kekuasaan bahwa semua komando perintahnya atas persetujuan Presiden.
Sehingga meskipun bukan ketum partai , terbukti mampu mengendalikan memimpin parpol-parpol koalisinya dengan digjaya.
Sejak awal terkait pencapresan dan pertahanan kekuasaannya, Jokowi mendelegasikan tugasnya kepada LBP, bebas berimprovisasi membayangi, mengarahkan, mengendalikan dan menentukan Capres pada Pilpres 2024.
Ketika kondisi kekuasaan dalam bahaya opsi perpanjangan masa jabatan dengan segala cara atau rekayasa harus dijalankan.
Luhut menjadi penguasa sesungguhnya di pemerintahan Jokowi. Sepintas tampak kerja politik LBP ada di mana-mana. Nampak sangat jumawa dan digdaya.
Hanya dalam perjalananya terlihat kemudian, LBP mulai sempoyongan tak sepenuhnya menguasai panggung politiknya.
Luhut tidak bisa mengendalikan Megawati. Bahkan Luhut sesungguhnya musuh besar Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri sejak lama. Sebagaimana Surya Paloh, Megawati pun menentang keinginan Jokowi merekrut Luhut ke dalam kabinetnya sejak awal pembentukan kabinet pada 2014.
Sejak awal LBP sudah dalam pantauan Megawati dan Surya Paloh, bahwa LBP tokoh yang sangat ambisius dan berdua meyakini Jokowi tidak akan kuat menahan pengaruh LBP.
Wajar kebencian Megawati terhadap LBP kian mengkristal karena Jokowi ternyara lebih patuh pada Luhut ketimbang dirinya.
Kekuasaan Jokowi, LBP dan semua kroninya jelas ada misi setelah lengser dari kekuasaan harus aman semua dari tuntutan politik hukum yang membahayakan dirinya.
Sejak awal LBP meremehkan peran Anies Baswedan, yang saat itu dikeluarkan dari kabinet Jokowi. Tiba tiba memenangkan Pilkada DKI dengan prestasi yang sangat spektakuler baik di dalam dan luar negeri.
Karir politiknya terus membesar bahkan menggeser pendukung Jokowi saat itu beralih pada Anies Baswedan. Menjelang Pilpres 2024 pendukung Anies Baswedan makin beragam muncul dr lintas agama , golongan, suku dan ras.
Sekalipun di bombardir dengan isu politik identitas, radikal, rasial, khilafah non pribumi, pendukungnya makin membesar. Bahkan setiap serangan yang tidak rasional berbalik arah menyerang penguasa.
Koalisi perubahan nampak makin percaya diri bukan karena rekayasa politik semata tetapi karena dukungan rakyat yang makin masif dan meluas, antitesis dari rakyat sudah merasa muak dengan kekuasaan saat ini.
Kandidat dari koalisi lainnya terjebak pada komando kekuasaan LBP yang makin kedodoran. Sedangkan capres dari PDIP terkendala kualitas Puan Maharani yang elektabilitas dan kualitas dirinya masih belum kuat untuk bersaing dengan Anies Baswedan.
Rekayasa LBP untuk menyeret PDIP mau memilih Ganjar Pranowo dan Erick Thohir sebagai Capres 2024 di pastikan jauh panggang dari api kata lain gagal total.
Duet Jokowi, LBP dalam menekan dan macam macam merekayasa untuk membuang Anies hingga hari ini tidak berhasil, kecuali nekad dengan kasus tertentu dijadikan tersangka atau dengan gaya sambo Anies Baswedan tertembak atau di tembak, resiko ini sangat berbahaya.
Skenario Jokowi dan LBP mulai sempoyongan, tersudut menyempit dan terjepit oleh tekanan politik koalisi perubahan yang makin kuat dan membesar.
Pilihan Jokowi dan LBP ada dua : menyerah atau meninggalkan Indonesia, atau menerima resiko hukum paska lengser dr kekuasaan sangat besar bisa dipenjarakan.
Politik alamiah bahwa aspirasi rakyatlah yang berperan mengendalikan batas-batas ruang manuver Jokowi dan LBP akan kandas terpental dan berantakan.