Oleh: Budiana Irmawan
(Pemerhati Kebijakan Publik)
Memalukan, alasan teknis surat undangan belum ditandatangani, Raker Komisi III DPR bersama Menko Polhukam Mahfud MD dan Kepala PPATK dibatalkan. Sedianya, Senin 20 Maret 2023, DPR meminta penjelasan terkait temuan potensi tindak pidana pencucian uang Rp 300 triliun di Kementrian Keuangan.
Sangat mungkin ada faktor kesengajaan dari Wakil Ketua DPR Bidang Korpolhukam mengabaikan surat undangan itu tidak ditandatangani. Lodewijk F Paulus layak dipanggil MKD (Majelis Kehormatan Dewan) untuk bertanggung jawab atas pelanggarannya.
Keterangan resmi Mahfud MD dan Kepala PPATK di depan DPR dinanti publik. Bukan hanya hak DPR mengawasi eksekutif, juga tendensi penyalahgunaan kewenangan di internal birokrasi Kementrian Keuangan soal sensitif.
Pertama, penerimaan pajak 70% sumber pendapatan negara. Artinya, perilaku koruptif sangat melukai semua warga negara sebagai pembayar pajak. Menilai remeh laporan PPATK sama dengan memupuk rasa frustrasi rakyat yang sudah terhimpit kesulitan ekonomi. Kita bisa membayangkan, andai terjadi civil disobidence menolak membayar pajak karena ketidakpercayaan terhadap pemerintah.
Pada sisi lain defisit APBN sesuai ketentuan tidak boleh melampaui 3% dari PDB (Produk Domestik Bruto). Untuk menambal beban pengeluaran pemerintah lalu menambah utang. Tidak aneh sekarang utang negara membengkak mendekati Rp 8.000 triliun, belum termasuk jumlah utang BUMN. Sementara rasio penerimaan pajak terus menurun.
Kedua, Kementrian Keuangan yang dianggap transparan saja masih kebocoran, apalagi aparatur birokrasi di kementrian lain. Moral hazard ini persoalan serius yang harus segera ditangani. Bukankah salah satu tujuan reformasi 1998 mewujudkan tata kelola pemerintahan baik (good corporate governance)?
Bahkan Tap MPR/XI/1998 memberikan payung hukum penindakan praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme para penyelenggara negara.
Jadi, DPR sepatutnya lebih maju membuat Pansus (Panitia Khusus) menindaklanjuti laporan PPATK. Konfrensi pers bukan jawaban, tambah konyol lagi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengundang influencer. Justru menunjukan sikap tidak memiliki integritas dan akuntabilitas.
Sebaliknya, jika DPR berdiam diri, jangan salahkan publik menilai DPR berkontribusi merusak tatanan bernegara.
Mengingat temuan PPATK potensi tindak pidana pencucian uang di Kementrian Keuangan dapat membongkar kotak pandora akal lancung rezim Jokowi.*