PEMATANG SIANTAR, SELEKTIFNEWS.COM - Melalui sidang paripurna, Senin (30/01/2023), DPRD Kota Pematang Siantar resmi menggunakan hak angket untuk menyelidiki kebijakan Wali Kota Pematang Siantar dr Susanti Dewayani SpA tentang pengangkatan dan pemberhentian PNS dari jabatan pada 2 September 2022 yang lalu.
Penyelidikan digelar, karena kebijakan Wali Kota diduga melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Lalu, bila nantinya terbukti sebagaimana hasil evaluasi Mahkamah Agung (MA), maka dr Susanti Dewayani SpA dapat disebut melanggar sumpah jabatan. Dengan melanggar sumpah jabatan, maka seorang kepala daerah dapat dimakzulkan (diberhentikan/dilengserkan).
Menanggapi hal ini Dimas Suardika seorang aktivis yang telah malang melintang di jawa ini kepada wartawan mengatakan, dalam keputusan DPRD Nomor 5 tahun 2023 tentang Pendapat DPRD Kota Pematang Siantar tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pejabat Administrator di Lingkungan Pematang Siantar Sesuai SK Wali Kota Nomor 800/929/IX/WK THN 2022 yang ditetapkan dalam rapat paripurna, ada 9 Peraturan Perundangan-undangan yang diduga dilanggar oleh Wali Kota.
"Dalam hal ini kami nyatakan mendukung sepenuhnya keputusan DPRD Kota Pematang Siantar tersebut," tegas Dimas.
Terpisah, Praktisi hukum Gusti Ramadhani, S.H, Cle Managing Partner Rekan Joeang Law Office menanggapi permasalahan ini menjelaskan mekanisme tentang Pelaksanaan hak menyatakan pendapat, hak interpelasi, dan hak angket yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota. Hak interpelasi merupakan hak yang melekat pada anggota DPRD untuk meminta keterangan kepada bupati/wali kota mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, jelasnya.
Lebih lanjut Gusti menjelaskan, Berdasarkan PP 12/2019, usulan pengajuan hak interpelasi DPRD dapat disahkan apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna yang dihadiri dan disetujui lebih dari 1/2 jumlah Anggota DPRD yang hadir. Sementara itu, hak angket merupakan langkah DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, paparnya.
"Bila usul hak angket disetujui, DPRD wajib membentuk panitia angket yang terdiri dari semua unsur fraksi yang ditetapkan dengan keputusan DPRD. Setelah itu, DPRD menyampaikan keputusan penggunaan hak angket secara tertulis kepada Kepala Daerah. Apabila hasil penyelidikan hak angket tersebut ditemukan indikasi tindak pidana, maka DPRD bisa menyerahkan penyelesaian proses tersebut kepada aparat penegak hukum," pungkasnya.
Gusti juga menambahkan terkait mekanisme pengajuan hak menyatakan pendapat tersebut tertuang dalam Pasal 78 PP 12/2019. Dalam aturan tersebut, hak menyatakan pendapat diajukan oleh anggota DPRD kepada Pimpinan DPRD untuk diputuskan dalam rapat paripurna Pengusulan hak menyatakan pendapat itu wajib disertai dengan dokumen yang memuat materi dan alasan pengajuan usulan pendapat serta materi hasil pelaksanaan hak interpelasi dan/atau hak angket, ujarnya.
"Sementara itu, Pasal 79 menyatakan usulan tersebut bisa dinyatakan sebagai hak menyatakan pendapat DPRD apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna yang dihadiri paling sedikit 3/4 dari jumlah Anggota DPRD.Lalu, keputusan bisa diambil dengan persetujuan paling sedikit 2/3 dari jumlah Anggota DPRD yang hadir dalam rapat. Apabila usul pernyataan pendapat disetujui, lalu DPRD menetapkan sebagai keputusan DPRD yang memuat pernyataan pendapat, saran penyelesaiannya dan peringatan," tukasnya.
Menimpali pendapat Gusti, Dimas Suardika menilai DPRD secara administratif tidak bisa memberhentikan walikota, Akan tetapi, yang bisa dilakukan oleh DPRD adalah pemakzulan atau pemecatan secara politik," ungkapnya.
Lanjut Dimas, untuk mengawal proses hak angket ini jangan jadikan hak angket ini sebagai permainan politik harus lebih serius dalam menyikapi hal tersebut, dan saya dengar ada menantu walikota di dewan itu ya , ya dia harus lebih mengutamakan rakyat bukan walikotanya. Beda urusan dirumah dan di pemerintahan dan beberapa hal yang saya kira sangat lucu ketika ada opini berkembang seorang suami yang mengurusi kerjaan Wali Kota dan dia juga yang saya dengar sebagai pengambil keputusan didalam kebijakan Wali Kota kita yang tercinta ini," terangnya.
"Kami minta kepada DPRD Kota Pematang Siantar harus serius dalam mengambil kebijakan ini dan kemungkinan kami akan mengelar aksi dalam minggu ini untuk mendukung DPRD Kota Pematang Siantar dengan memakai pita hitam karena turut berduka atas kepemimpinan Wali Kota Pematang Siantar dr Susanti Dewayani SpA," ucap Dimas mengakhiri.