JAKARTA, SELEKTIFNEWS.COM -- Kuliner Betawi yang memiliki kemiripan bumbu, pengolahan dan warna denga rawon di Jawa Timur, Pindang Tetelan di Pekalongan, Pindang Kudus dan Brongkos di Kedu dan Yogyakarta, namun berbeda bahan baku dan sedikit rasa.
Dalam catatan sejarahnya, gabus pucung berawal dari ketidakmampuan masyarakat Betawi khusus yang bermukim di seputaran kali, sawah dan rawa saat masa penjajahan Belanda untuk mengkonsumsi ikan mas,gurame, tongkol atau bandeng yang dirasa sangat mahal bagi kalangan masyarakat bawah.
Kondisi wilayah Kebudayaan Betawi yang tumbuh daerah agraris , dahulu memang masih berdampingan daerah rawa-rawa, sawah dan sungai . Perairan tempat habibat ikan liar seperti gabus, sepat, cere, boncel, belut, lele dan sebagainya. Melimpahnya ikan ikan gabus di sekitar masyarakat, melahirkan ketrampilan dalam mengolah menjadi sajian yang mewah dan berkelas. Ikan Gabus, sangat mudah dan murah diperoleh tanpa harus dipelihara , sehingga hal yang wajar kalau perkembangbiakan ikan gabus begitu pesat di masa lalu.
Gabus pucung telah menjadi bagian penting bagi tradisi masyarakat Betawi sebagai "nyoroh" yang berarti memberikan sesuatu kepada orang lain dari anak kepada orang tua atau mertua saat menjelang bulan puasa atau menjelang Hari Raya Idul fitri sebagai tanda pengikat tali silaturahmi. Kalau dalam masyarakat Jawa dikenal istilah " munjung, ater ater, atau atur atur". Suatu tindakan kehormatan untuk menjalin relasi, interaksi dan silaturahmi kepada kerabat,saudara, rekan maupun handai tolan.
Ikan Gabus dimasak dengan pucung atau keluwak. Dalam penyajian diberikan topping bawang goreng dan daun bawang.Sebagai bumbu bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe,sere, cabe, salam,laos,garam dan keluwak.
Seiring berjalannya waktu saat ini (2023) ikan gabus sebuah komoditi yang langka di daerah jakarta dan sekitarnya.
Saat ini gabus pucung menjadi kuliner khas betawi yang hadir dirumah makan di seputaran Bekasi,Depok, Jakarta dan Tangerang.
(Ragil74)